Sekilas Tentang Pondok Pesantren Daarul Ahsan

Pondok pesantren Daarul Ahsan didirikan pada tanggal, 15 Juli 1999, terletak di desa Dangdeur, kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Pondok pesantren yang didirikan oleh KH. Madtosi dan KH. Maman Lukman Hakim, MA. Pondok ini diresmikan oleh Abuya KH. Damanhuri (Pandeglang), Abuya KH. Bustomi (pandeglang), Abuya KH. Ahmad Romli (Dangdeur) dan hadir pula pada saat peresmian H. Rhoma Irama dan Qori Internasional. Ustadz H. Nanang Kosim.

Tujuan pesantren Daarul Ahsan selaras dengan cita-cita luhur pendiri pondok yang tertuang pada misi misi pondok pesantren agar komunikatif dan bisa diukur sebagai berikut:

  1. Menjadikan moral dan akhlaqul karimah sebagai pijakan utama dalam kehidupan.
  2. Unggul dalam penguasaan ilmu agama dan ilmu umum.
  3. Mampu menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi dan informasi.
  4. Menggali dan mengembangkan secara kontinyu dan terarah potensi, minat dan bakat serta kemampuan peserta didik melalui berbagai kegiatan.
  5. Meningkatkan kebersihan, kerapihan, keindahan, keasrian dan kerindangan lingkungan.

Pondok Pesantren Daarul Ahsan merupakan lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh KH. Maman Lukman Hakim yang tidak lepas dari dukungan keluarga dan Bapak H. Madtosi selaku Ayah mertua beliau. Terletak di Desa Dangdeur, yang mana desa Dangdeur pada saat itu merupakan salah satu daerah terpencil di kecamatan Balaraja, daerah yang masih terlihat asri dengan pemandangan hutan belantara. Tidak terlintas dalam benak beliau bahwa lembaga yang telah ia dirikan dapat berkembang pesat dan diminati oleh masyarakat luar daerah Dangdeur, karena akses jalan untuk kendaraan pun pada saat itu masih sulit untuk dijangkau. Atas integritas dan kesungguhannya, beliau mampu mengenalkan nama pondok Daarul Ahsan beserta nama kampung dangdeur  dikenal oleh masyarakat luar wilayah, bahkan berbondong-bondong masyarakat dari berbagai wilayah di luar daerah dangdeur menitipkan putra-putrinya untuk menetap dan menimba ilmu di pondok Daarul Ahsan.

Cerita beliau tidak selesai sampai pada kemajuan pondok Daarul Ahsan yang telah berhasil meraih berbagai prestasi, mulai dari prestasi di tingkat Kabupaten ataupun di tingkat Nasional. Potret pondok Daarul Ahsan saat ini, tidak lepas dari cerita panjang perjuangan beliau dalam membangun pesantren. Romantika perjalanan beliau dalam merintis dan membangun pesantren menjadi saksi sejarah bahwa keterpaduan antara keikhlasan dan keyakinanlah yang mejadi dasar beliau untuk terus melangkah maju dalam berjuang dan mengabdi untuk mewujudkan lembaga pendidikan Islam yang berkemajuan. Hambatan dan persoalan sosial selalu datang silih berganti, resonansi negatif dari cemoohan masyarakat selalu mengiringi di setiap langkah perjuangan beliau. Tidak ada kenikmatan kecuali setelah bersusah payah dan tidak ada seorang pun hidup di dunia yang terbebas dari omongan masyarakat, baik itu berupa pujian ataupun hujatan. Itulah dasar beliau dalam menyikapi setiap permasalahan yang sering menghampirinya, memilih untuk menghiraukan ucapan negatif dari orang lain dan menjadikannya sebagai motivasi untuk terus membuktikan bahwa kita bisa menjawab setiap prasangka buruk yang dilontarkan oleh masyarakat kepadanya, menjadi sebuah karya dan terobosan baru yang bermanfaat dan mewujudkan perubahan yang lebih baik.

Tahun 1997 merupakan tahun bersejarah bagi pendiri pondok Daarul Ahsan, karena pada tahun itu diselenggarakannya wisuda angkatan pertama siswa/siswa Taman Kanak-kanak (TK) Ulul Albab (Nama TK pertama), yang kemudian berganti nama menjadi Raudhatul Atfhal (RA) Daarul Ahsan. RA Daarul Ahsan lebih dahulu berdiri dari pada berdirinya pondok Daarul Ahsan itu sendiri, bisa dikatakan bahwa RA Daarul Ahsan adalah langkah awal terbangunnya sebuah pondok Daarul Ahsan yang telah dikenal saat ini. Pada tahun ini, dilaksanakannya prosesi wisuda RA Daarul Ahsan yang pertama kalinya, sekaligus peresmian jenjang pendidikan tingkat Madrasah Tsanawiyah (Mts) Daarul Ahsan yang akan dibuka pada tahun selanjutnya. Untuk mengenalkan kepada masyarakat secara luas bahwa di sebuah desa terpencil itu terdapat sebuah lembaga taman kanak-kanak (TK) atau RA Daarul Ahsan, yang mana pada masa itu, di kecamatan Balajara (sebelum pemekaran wilayah) khususnya di wilayah Jayanti, hanya ada dua lembaga pendidikan TK, yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) Jayanti dan RA Daarul Ahsan. Terobosan baru yang beliau lakukan adalah dengan mengundang seorang penceramah termasyhur pada masa itu, yaitu Ust. Harry Moekti, beliau seorang da’i yang rupawan, dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia, karena beliau adalah seorang artis musikus layar kaca yang mendapat hidayah dan memilih untuk hijrah menjadi seorang pendakwah. Atas kerja keras dan perjuangan KH. Maman, melalui jaringan yang beliau miliki, maka beliau pun mendapatkan kontak Ust. Harry Moekti dan menghubunginya untuk memberikan tausyiah di acara Wisuda perdana RA Daarul Ahsan, Ust. Harry Moekti pun menyetujui dan memenuhi undangan tersebut dan beliau memenuhi undangannya tanpa meminta bayaran. Sebuah hasil perjuangan yang memuaskan bagi KH. Maman pada saat itu, sebab mampu menghadirkan penceramah termasyhur secara gratis karena keihlasannya dalam berdakwah.

Mendengar kabar bahwa penceramah pada acara pelepasan siswa/siswa RA Daarul Ahsan yang pertama kalinya akan dihadiri oleh seorang Da’i Kondang yang terkenal, maka masyarakat berbondong-bondong dari berbagai daerah untuk menghadiri dan ikut memeriahkan pelaksanaan wisuda RA Daarul Ahsan angkatan pertama itu. Prosesi wisuda RA Daarul Ahsan berjalan dengan lancar, bahkan pengukuhan dan prosesi wisuda siswa/siswi RA Daarul Ahsan dipandu langsung oleh Abuya KH. Ahmad Romli, yang mana beliau adalah Ulama sepuh dan tokoh karismatik yang dimiliki masyarakat Dangdeur. Atas anugerag Allah serta langkah dan inisiatif yang diambil oleh KH. Maman dalam memeriahkan pelaksanaan wisuda RA Daarul Ahsan yang perdana itu, maka RA Daarul Ahsan dikenal oleh masyarakat dari berbagai daerah dan menjadi titik balik kemajuan yang pesat bagi lembaga RA Daarul Ahsan.

Setelah dikenalnya RA Daarul Ahsan di Desa Dangdeur, kemudian hadirnya kabar dilematis yang menimpa kepada beliau, bahwa ruang belajar RA Daarul Ahsan yang semula menggunakan ruangan bidan sebagai sarana kesehatan yang dilimiki oleh kantor desa, yang mana awalnya tidak digunakan dan pada saat itu akan digunakan kembali. Solusi yang diberikan oleh kepala Desa pada saat itu yaitu berupa saran segera memindahkan lokasi RA Daarul Ahsan ke lokasi yang lebih layak tanpa memberikan bantuan solusi berupa fisik. Kemudian beliau meminta saran dan solusi terbaik atas kelanjutan RA Daarul Ahsan yang telah dibangun kepada ibunda tercinta, maka ibunda KH. Maman pun memberikan saran untuk meminta bantuan dan solusi kepada bapak H. Madtosi, karena KH. Maman adalah sepupu dari Bapak H. Madtosi, yang mana pada saat itu Bapak H. Madtosi belum menjadi ayah mertua beliau. Diskusi panjang pun terjalin dan problematika yang menimpa RA Daarul Ahsan semuanya dicurahkan di hadapan bapak H.Madtosi. Sehingga solusi yang diberikan bapak H. Madtosi adalah dengan membangunkan sebuah gedung megah berlantai dua tepat berada di depan kantor desa Dangdeur. Rasa takjud sekaligus kekhawatiran yang tercampur di dalam hati KH. Maman, karena tergantikannya sebuah ruang kelas RA Daarul Ahsan dari yang semula sederhana, menjadi ruang kelas yang megah luar biasa, bahkan solusi yang diberikan oleh bapak H. Madtosi kepada KH. Maman itu sangat jauh di luar ekspektasi beliau.

Di masa transisi perjuangan beliau dalam memimpin RA Daarul Ahsan, cobaan dan ujian perjuangan datang mengguncangkan hati beliau, mulai dari hadirnya sebuah tawaran yang primadona dari seorang jaksa agung, yang mendorong beliau untuk menjadi seorang hakim di pengadilan Negeri, memberikan jaminan masa depan beliau dan berbagai fasilitas kehidupan yang menggiurkan yang dijanjikan oleh seorang jaksa agung jika beliau menerima tawarannya. Jaksa agung memberikan semua tawarannya kepada beliau, karena rasa kepercayaannya terhadap KH. Maman, karena beliau secara konsisten dan tekun mendidik putra kandung seorang jaksa agung dan memberikan semua integritasnya sebagai guru privat yang fokus dalam membina anaknya. Maka dari situlah muncul sebuah kepercayaan, karena seorang jaksa tersebut dikenal sebagai orang yang objektif, sangat berhati-hati dalam memberikan kepercayaan, bahkan saudara beliau sendiri yang sering meminta bantuan agar dapat bekerja di kantor beliau dan menginginkan sekali untuk menjadi seorang hakim, tidak pernah ia kabulkan. Sebaliknya dengan KH. Maman Lukman Hakim yang tidak pernah meminta sebuah jabatan, akan tetapi secara Cuma-Cuma ia tawarkan kepada beliau.

Tawaran dan jaminan yang diberikan oleh seorang ketua pengadilan agama tersebut tidak langsung diterima oleh beliau, melainkan beliau meminta saran dan persetujuan kepada ibunda beliau terkait tawaran yang telah diberikan oleh seorang ketua pengadilan agama jakarta. Orangtua mana yang tidak bahagia dan mendukung anaknya untuk melanjutkan karir sesuai dengan bidangnya dan bekerja di sebuah kantor ternama, akan tetapi berbeda dengan ibunda beliau, yang dengan tegas tidak memberikan restu kepada putranya untuk menerima tawaran menggiurkan yang dapat menjamin hidupnya mapan dengan masa depan yang jelas, melainkan ibunda beliau tetap mendukung dan mendorong beliau untuk istiqomah melanjutkan perjuangannya mendidik anak-anak desa di RA Daarul Ahsan. Bahkan dalam kenangan beliau, ibundanya pernah berkata bahwa nama Maman Lukman Hakim, walaupun diberikan nama Hakim bukan maksud ibunda beserta ayahnya agar kelak anaknya menjadi sorang hakim yang bekerja di kantor pengadilan Agama, akan tetapi harapan besar kedua orangtua beliau agar kelak  beliau menjadi orang yang bermanfaat dan bijaksana. Kedua orangtua beliau merasakan kebahagiaan yang tiada tara jika melihat beliau istiqomah mendidik anak-anak desa walaupun hidup dengan serba kesederhanaan. Atas saran dan nasihat yang ibundanya berikan kepada beliau, maka dengan berta hati dan patuh terhadap perintah kedua orangtua , beliau pun menolak tawaran dari seorang ketua pengadilan Agama tersebut dan istiqomah melanjutkan perjuangannya sebagai pendidik dan pimpinan pondok Daarul Ahsan hingga saat ini.